Problematika Piala Dunia Qatar

Piala Dunia Qatar
Piala Dunia Qatar 2022. (Source: Pixabay.com)

Piala Dunia FIFA atau yang sering disebut Piala Dunia adalah sebuah kompetisi sepak bola internasional yang diikuti oleh tim nasional putra senior anggota federasi sepak bola internasional yang mana adalah badan pengatur sepak bola dunia.

Ajang sepak bola dunia ini diselenggarakan setiap empat tahun sekali sejak tahun 1930. Tetapi, pada tahun 1942 dan 1946 Piala Dunia tidak diselenggarakan karena Perang Dunia II yang sedang terjadi pada waktu itu.

Format di dalam Piala Dunia diikuti oleh 32 tim yang bersaing untuk merebut gelar juara di stadion olahraga di negara tuan rumah dalam waktu sekitar bulan.

Tahap kualifikasi dilakukan dalam waktu tiga tahun menjelang Piala Dunia yang menentukan tim mana yang akan lolos ke turnamen bersama dengan tim tuan rumah.

Bacaan Lainnya

Piala Dunia adalah salah satu kompetisi olahraga yang paling banyak ditonton dan disaksikan di dunia. Sekitar 715,1 juta orang di seluruh dunia menyaksikan pertandingan final Piala Dunia FIFA 2006 yang pada waktu itu digelar di Jerman.

Di tahun 2022, Piala Dunia diselenggarakan di Qatar. Qatar merupakan salah satu kekuatan sepak bola yang diperhitungkan di Benua Asia.

Tim nasional Qatar memenangkan Piala Asia tahun 2019 dan mereka menjadi salah satu liga terbaik di Benua Asia serta masyarakatnya sangat mencintai dunia sepak bola.

Pada tahun 2010, Qatar terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 yang membuat banyak orang mengkritik keputusan tersebut.

Kalau dilihat, Piala Dunia 2022 yang diselenggarakan di Qatar ini adalah Piala Dunia dengan antusiasme paling sepi dan hype terendah dimana kurangnya atribut-atribut sepak bola yang dijual oleh orang-orang, dan juga kurangnya orang-orang yang membicarakan Piala Dunia 2022 ini.

Padahal, pesta Piala Dunia 2022 yang diselenggarakan di Qatar ini dikatakan memiliki anggaran terbesar dan termahal dalam sejarah umat manusia. Jumlahnya sekitar 3,384 Triliun yang dikeluarkan untuk pesta Piala Dunia satu ini.

Angka tersebut bernilai 16 kali lipat lebih besar dibandingkan pesta Piala Dunia tahun 2018 yang diselenggarakan di Rusia. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan yang banyak di kalangan masyarakat karena mengapa dengan biaya yang sudah dikeluarkan sebesar itu, perhelatan Piala Dunia Qatar masih dibilang sepi.

Salah satu problematika yang dimiliki dari perhelatan Piala Dunia 2022 ini adalah skandal suap FIFA. Banyak orang yang bingung akan keputusan FIFA ketika Qatar terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Walaupun Qatar merupakan negara yang bisa dibilang memiliki pembangunan yang kuat dan uang yang banyak di sana, tetapi Qatar hanya memiliki satu stadion yang layak untuk pertandingan internasional. Terpilihnya Piala Dunia 2022 dipengaruhi oleh skandal korupsi dan suap.

Di dalam buku The Ugly Game: The Qatari Plot to Buy the World Cup menunjukkan bahwa ada dugaan suap yang dilakukan Hammam kepada pemimpin dari 30 federasi sepak bola di Afrika dan hal tersebut menyeret banyak pihak penting yang harus keluar dari jabatannya dan berurusan dengan hukum pada akhirnya.

Selain skandal korupsi dan suap yang terjadi pada keputusan FIFA menunjuk Qatar untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia tahun 2022, ada juga soal perbudakan modern.

Masalah pekerja ini adalah masalah paling besar dan serius dalam acara Piala Dunia Qatar 2022. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 Qatar ditunjuk sebagai tuan rumah, yang mana mereka hanya memiliki kurun waktu 12 tahun untuk membangun 8 stadion sepak bola dengan teknologi yang luar biasa.

Salah satu alasan mengapa Piala Dunia 2022 yang diselenggarakan di Qatar ini memiliki biaya yang jauh lebih besar adalah karena seperti yang kita ketahui, Qatar adalah negara yang mayoritasnya adalah padang pasir yang mana hal itu merupakan hal yang sulit karena mereka harus menumbuhkan rumput yang segar di negara yang mayoritasnya padang pasir.

Tetapi hal tersebut dapat dilakukan dengan teknologi yang mana membutuhkan biaya yang sangat besar dikarenakan iklim dan geografi Qatar.

Ambisi Qatar dalam mempersiapkan infrastruktur Piala Dunia 2022 ini juga mengorbankan banyak nasib pekerja-pekerjanya. Pekerjaan yang berat dan mereka diperlakukan di luar batas-batas kerja.

Fasilitas seperti tempat tinggal, akomodasi, transportasi, upah, perlakuan, dan bahkan ketersediaan air bersih para pekerja-pekerja ini tidak baik, mereka tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan.

Jumlah pekerja yang bekerja di persiapan perlehatan Piala Dunia 2022 di Qatar ini dari tahun 2010 sampai 2022 sudah jutaan orang, lebih tepatnya 5 sampai 6 jutaan orang.

Menurut data yang beredar dan The Guardian melaporkan sekitar 6500 orang meninggal karena proyek Piala Dunia Qatar 2022. Sistem pekerja yang mereka gunakan dapat dikatakan tidak manusiawi.

Di negara-negara Teluk termasuk; Kuwait, Bahrain, Irak, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) ada sistem yang dinamakan sistem kafala.

Sistem ini sponsorship dimana memperbolehkan perusahaan ataupun individu untuk menyediakan tenaga kerja. Karena negara Teluk ini sedang melakukan pembangunan besar-besaran, merekapun mempunyai agensi-agensi di berbagai negara.

Agensi-agensi ini yang berada di negara-negara tersebut mencari pekerja dengan menetapkan biaya yang artinya ketika pekerja ini bekerja di Qatar, mereka dibohongi dan dijanjikan dengan kerja 8 jam, upah sebesar 7,5 juta per hari, perlingungan sosial, dan asuransi Kesehatan.

Tetapi untuk dapat bekerja di Qatar, pekerja-pekerja di luar negara Qatar ini diharuskan membayar upah/fee kepada agensi-agensi tersebut yang artinya sebelum berangkat ke Qatar mereka sudah dilikit utang yang banyak.

Sesampainya di Qatar, janji-janji tersebut tidak pernah terbuktikan dimana mereka harus bekerja di tempat yang tidak layak, akomodasi yang tidak layak, perlakuan yang tidak layak, dan bahkan mereka bekerja sampai 20 jam per harinya untuk mengejar deadline yang sudah ditetapkan pemerintah dan perusahaan-perusahaan konstruksi di kantor, mengingat Qatar harus membangun 8 stadion sepak bola dalam kurun waktu 12 tahun.

Dikarenakan sistem kafala tersebut, para pekerja tidak bisa pergi ke tempat lain atau mencari pekerjaan yang baru, serta mereka tidak memiliki perlindungan hukum yang cukup dalam mempertahankan nasib dan hidup mereka.

Dari sistem kafala yang tidak berjalan dengan mulus ini, Qatar pun menerima kritikan dari pihak eksternal dan Qatar mengalami perubahan di tahun 2014 dan melakukan perubahan dalam sistem kafala ini.

Tetapi walaupun adanya perubahan sistem kafala di tahun 2014, hal tersebut tidak mengubah kenyataan bahwa pekerja-pekerja di dalam proyek ini tidak diperlakukan secara manusiawi.

Setelah perbudakan modern ini, ada lagi masalah yang dilakukan oleh pihak-pihak eksternal yang mengkorupsikan tanggungan dari Qatar untuk para pekerja imigran tersebut.

Dari problematika di atas, orang-orang menjadi skeptis, tidak menyambut perlehatan ini dengan baik, dan orang-orang juga memberikan respon yang negatif atas apa yang terjadi di belakang Piala Dunia tahun 2022 yang di selenggarakan di Qatar ini.

Penulis: Sherien Sulitri
Mahasiswa Jurusan Mass Communication Bina Nusantara University

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *